Kamis, 05 Maret 2009

Kalimat Istirja’

Kalimat Istirja’
Oleh : Herlan Firmansyah, S.Pd, M.Pd

Salah satu rangkaian pesta demokrasi yang dewasa ini sedang galak dilaksanakan oleh bangsa kita adalah adanya pemilihan pimpinan daerah yang diselenggarakan dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat atau yang dikenal dengan PILKADA, lahirnya UU No 32 tahun 2004 menjadi titik tolak diselenggarakanya hal tersebut. Satu diantaranya adalah tepat tanggal 30 Januari 2006 warga Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat berbondong-bondong menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menentukan Kepala Daerah (Bupati) yang akan memimpin Kabupaten tercitanya. Siap menang dan siap kalah, itulah setidaknya sikap mental yang mutlak harus dimiliki oleh setiap calon Bupati dan Wakil Bupati yang ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut. Yang jelas, sehebat apapun rencana yang dipersiapkan oleh setiap calon dan tim suksesnya tidak akan dapat menandingi rencana Allah yang maha hebat dan maha mengetahui apa yang terbaik bagi ummatnya.
Belajar dari penyelenggaraan PILKADA yang sudah dilaksanakan di daerah lain seperti di Sukabumi, Kab Bandung, Kota Depok dan terakhir di Kab Tasikmalaya, amat beragam sikap mereka yang diamanahi menang dan yang kalah, ada yang berujung kecewa bahkan mengusungnya ke meja hijau, ada yang legowo dengan apapun hasil akhir yang terjadi, dan sikap-sikap lainya yang menjadi warna pesta demokrasi untuk pertama kalinya ini.
Dalam persfektif Islam, Kalimat Istirja’ lah hendaknya yang mereka ingat dan mereka ucapkan, terlebih bagi dia yang diamahi kemenangan. Kalimat Istirja’ adalah kalimat yang berbunyi inna lillahi wa inna ilaihi rajiun , yang berarti kita semua berasal dari Allah swt dan akan kembali kepada-Nya. Yang menarik dan perlu mendapatkan ibrah adalah bahwa kalimat ini justru diucapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz ketika dia diamanahkan menjadi khalifah (kepala Negara). Ketika Ia ditanya, mengapa mengucapkan kalimat tersebut, bukan kalimat syukur dan hamdalah yang menunjukan kegembiraan Anda atas nikmat dari Allah swt, yang tidak dianugrahkan-Nya kepada setiap orang ?, Umar dengan tegas menjawab bahwa jabatan itu sesungguhnya amanah yang sangat berat yang harus dipertanggungjawabkan bukan saja kepada masyarakat di dunia, tetapi juga kelak di kemudian hari dihadapan Allah swt.
Allah akan memberikan azab yang sangat berat kepada pejabat atau pemimpin yang berlaku dzalim kepada rakyat dan yang menyengsarakan mereka. Ucapkan ini sejalan dengan hadis Rasulullah Saw, “Sesungguhnya kalian berlomba-lomba mendaptkan jabatan di dunia ini, tapi pada hari kiamat akan menjadikan penyesalan yang luar biasa“ (HR. Bukhari)
Sikap inilah yang mengantarkan Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah yang sangat adil dan berusaha sekuat tenaga memberikan kemakmuran kepada masyarakanya, sikap itulah yang kiranya patut menjadi contoh bagi siapapun yang diamanahi menjadi pemenang PILKADA, tidak pantas bagi mereka yang menang menyikapinya dengan kegembiraan yang dimanifestasikan dengan “pesta syukuran” di hotel-hotel berbintang dan kegiatan-kegiatan yang tidak dicontohkan oleh Rasululloh serta kontradiktif dengan apa yang dirasakan rakyat pada umumnya, sebaliknya sangat tepat bila mereka banyak menangis di malam hari mengadu dan memohon kepada Allah serta bekerja seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Perbanyak ucapann kalimat Istirja’, mudah-mudahan Allah Swt akan memberikan kekuatan kepada siapapun yang menjadi pemimpin untuk dapat menjalankan amanahnya dengan baik, dalam pandangan Allah dan Rasulnya serta dihadapan rakyatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar