Raison d’etre Motivasi Illahiyah
Herlan Firmansyah, S.Pd, M.Pd
Ah...Pa, nu rajin jeung nu teu rajin oge, gajihnamah anger sarua, biasa-biasa we…tong semangat teuing (Ah Pak, yang rajin dengan yang tidak rajin juga tetap aja gajihnya sama, biasa-biasa aja, jangan terlalu semangat), kalimat tersebut sering penulis dengar ketika hendak masuk kelas tepat jam 07.00 wib, ketika penulis berusaha untuk disiplin dan memiliki integritas terhadap profesi. Ironis memang, terlebih kalimat tersebut seringkali dilontarkan oleh seorang guru senior, seorang guru yang konon sudah lolos sertifikasi.
Tidak pantas, ya tidak pantas kalimat tersebut terucap oleh seorang guru yang diamanahi tugas mulia, mendidik merupakan tugas mulia, karena dengan proses mendidik tersebut, seseorang menjadi dewasa, menjadi tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana sikap yang baik dan mana yang buruk, dari tidak terampil menjadi terampil, dari kegelepan menuju cahaya.
Seorang guru senior lainnya suatu ketika mengungkapkan, disini orang yang rajin dan yang tidak, sama aja, tidak ada penghargaan dari sekolah, lagian sebagian besar guru biasa datang telat, jadi biasa-biasa aja. Ungkapan tersebut menunjukan betapa dangkalnya paradigma berpikir guru tersebut. Apakah guru bekerja hanya karena penghargaan sesaat? Apakah bekerja hanya karena gaji? Sungguh pemikiran yang dangkal.
Tampaknya, perubahan maindset dalam bekerja menjadi hal yang mendasar untuk segera diluruskan, karena hal tersebut menjadi titik penggerak bagi seseorang dalam melakukan sebuah aktivitas dan menentukan bobot, serta nilai suatu aktivitas dihadapan Tuhan.
Ada tidaknya penghargaan dari orang lain, layaknya jangan jadi bagian yang harus dipikirkan, yang paling penting adalah kita mengoptimalkan segala ikhtiar, memperbanyak karya, serta meluruskan niat. Paradigma tersebut tidak mudah untuk bisa diyakini dan dilaksanakan oleh guru, transformasi nilai-nilai fundamental yang bersumber dari Illahi, menjadi starting point yang perlu di internalisasikan kepada kepribadian guru.
Penanaman keyakinan tentang terintegrasinya segala aktivitas manusia kedalam misi utama yang Tuhan berikan, perlu menjadi prioritas utama yang harus dilakukan.
Tiga misi utama yang Tuhan berikan kepada manusia, yakni Ibadah, khalifah fil ard, dan rahmatan lil alamin menjadi tiga hal yang koheren dan terintegrasi dalam setiap aktivitas manusia. Tak ter kecuali aktivitas guru dalam mengajar, kegiatan mengajar tidak bisa dilepaskan dari ketiga dimensi di atas, mengajar harus menjadi bagian dari implementasi misi ibadah dan khalifah. Jika guru yakin bahwa mengajar tidak bisa dilepaskan dari misi illahiyyah, maka tidak ada pilihan lain, kecuali dilakukan dengan penuh kesungguhan dan cara yang terbaik, bagaimana tidak, karena tidak mungkin kita menaruh harapan banyak kepada Tuhan, sementara kita tidak melakukan yang terbaik terhadap misi yang Tuhan amanahkan.
Jika mengamati fenomena-fenomena dikalangan sebagian guru, terkesan terjadinya dikotomi antara kegiatan mengajarnya dengan tiga misi illahiyah yang Tuhan berikan, hal tersebut semakin menguatkan penulis dan mejadikan raison d’etre (alasan adanya) misi illahiyyah dalam mengajar semakin kuat serta mendesak untuk ditransformasikan kepada para guru dalam bekerja.
Penilaian dan penghargaan dari Tuhan lebih utama daripada penghargaan dari manusia yang penuh dengan manipulasi dan sesaat. Misi Illahiyah tidak bisa dipisahkan dari misi-misi duniawi seorang manusia. Pekerjaan guru sebagai pendidik merupakan amanah dari Tuhan. Oleh karenanya, janganlah kita mengecewakan pihak yang memberikan amanah, lakukan dengan cara-cara yang terbaik, dan Tuhan akan memberikan yang lebih baik dari yang terbaik kepada hambanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar