Kamis, 05 Maret 2009

Seri Koperasi-5

URGENSI PERAN PEMUDA DALAM DINAMIKA GERAKAN KOPERASI*)
Oleh : Herlan Firmansyah, S.Pd, M.Pd
(Ketua Bidang Promosi Anggota dan Pengembangan Potensi Usaha
BKPK DEKOPINWIL JABAR)

Pendahuluan
Koperasi sebagai sebuah idiologi dalam praktek perkoperasian di Indonesia telah banyak mengalami pergeseran nilai dan arah gerakan, lihat saja dinamika yang terjadi dewasa ini dalam tubuh organisasi DEKOPIN sebagai organisasi tunggal gerakan Koperasi (UU No 25 Tahun 1992). Elit koperasi disadari atau tidak telah terjebak oleh kepentingan-kepentingan prakmatis politis, sehingga “velue” koperasi sebagaimana yang digariskan dalam “Cooprative Statement” ICA tahun 1995 dan yang dicitakan oleh Muh Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia, nyaris tidak ada lagi dalam arah gerak organisasi koperasi kita.
Mengembalikan gerakan koperasi kita ke dalam “khitahnya” atau ke dalam “jati diri” yang sebenarnya adalah langkah penting dan genting untuk segera di lakukan oleh insan koperasi.
Tanpa menyempitkan peran dan nilai strategis generasi tua, untuk kondisi saat ini, generasi yang bisa menjadi andalan harapan masa depan koperasi dan bisa diandalkan untuk mengembalikan arah gerak koperasi Indonesia ke dalam “khitahya” adalah generasi muda, dengan berbagai potensi yang di milikinya generasi muda harus menjadi sasaran utama aktivitas transformasi nilai dan kaderisasi manajemen organisasi koperasi. Ia harus diberi ruang dan wadah yang lebih luas untuk banyak terlibat dalam kancah perkoperasian Indinesia. Eksistensi dan kontinuitas gerakan koperasi kita ada di tangan-tangan generasi muda, hal inilah yang harus disadari dan menjadi bahan renungan kita semua.

Pemuda Sebagai Kelompok Strategis
Nurdin Halid sebagai Mantan Ketua Umum DEKOPIN, dalam suatu kesempatan pernah mengeluhkan bahwa lambatnya akselerasi pengembangan Koperasi di Indonesia dikarenakan sebagian besar Koperasi masih menganut asas senioritas, dimana kebanyakan koperasi bertahun-tahun dipimpin oleh orang yang sama dan nota bene merupakan lanjut usia (baca: orang tua), sehingga relativ sulit untuk menerima dan melakukan percepatan dalam aktivitasnya, baik aktivitas usaha maupun aktivitas organisasi, sehingga pada ulang tahunnya di era Presiden Megawati, koperasi di ibaratkan “BEKICOT”. Hal tersebut memang ada sedikit benarnya, tidak bisa dipungkiri realita di lapangan memang demikian, para pegiat koperasi kebanyakan kaum tua, biasanya pasca pensiun dari pekerjaanya mereka melirik koperasi untuk mengisi waktu, tidak sedikit dari mereka yang benar-benar hanya mengisi waktu, artinya masuk ke koperasi tanpa dilandasi oleh motivasi dan kapasitas keilmuan tentang jati diri koperasi yang benar, sehingga tidak heran jika koperasinya berjalan apa adanya (walaupun memang tidak jarang juga yang berhasil). Faktor pegiat koperasi yang sebagian besar kaum tua, memang bukan faktor mutlak yang menyebabkan lambatnya akselerasi perkembangan koperasi di Indonesia, masih banyak faktor lainya seperti yang diungkapkan oleh Ibnoe Sudjono (Tokoh Koperasi Nasional) bahwa kelemahan koperasi di Indonesia adalah karena organisasinya tidak sesuai dengan jati diri koperasi (idiologi koperasi) sebagaimana yang telah digariskan oleh ICA Tanggal 23 September 1995 di Mencherter Inggeris. Kemudian terjebakanya koperasi ke dalam kancah politik praktis serta terjebaknya para elit/pejabat koperasi di tingkat pusat ke dalam arena “ rebutan kekuasaan” (sebagaiama terjadi dewasa ini) juga merupakan faktor tersendiri yang menyebabkan lambatnya perkembangan koperasi (secara kualitas, karena secara kuantitas perkembangan koperasi di Indonesia cukup signifikan).
Padahal secara historis-idiologis, sebagaimana yang digagas oleh Muhammad Hatta, koperasi dicitakan bisa menjadi soko guru perekonomian, bahkan secara yuridis hal tersebut dikuatkan dalam UUD 1945 pasal 33, yang kini (pasca amandemen yang ke-4), kata-kata koperasi lenyap sudah, namun nilai-nilai kekeluargaan sebagai salah satu nilai dasar Koperasi masih tersurat dengan jelas dalam ayat 1 pasal 33 UUD 1945.
Pepatah bilang “Ditengah Kegelapan Lebih Baik Menyalakan Lilin daripada Menangisi dan Meratapi Kegelapan itu Sendiri” . Membangun koperasi dengan rumus 3M (minjam istilah AA gym), yakni Mulai dari hal yang kecil (yang bisa dilakukan), Mulai dari diri sendiri dan Mulai Sekarang, mungkin menjadi salah satu solusi yang perlu kita renungkan dan laksanakan kemudian membudayakan nilai-nilai koperasi dikalangan generasi muda (pemuda) juga merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan jika koperasi ingin bangkit, eksis dan punya masa depan. Generasi muda perlu menjadi piranti utama dari program-program pengembangan budaya berkoperasi dan transpormasi nilai-nilai (idiologi) koperasi, karena merekalah kelompok strategis yang akan menjalani kehidupan dan perjuangan koperasi di kemudian hari, indikator kesuksesan perjuangan kaum tua sekarang ini adalah manakala terlahir gerasi muda yang antri untuk siap melanjutkan perjuangan koperasi dan mereka bangga berkarya di dalamnya sehingga koperasi tetap lestasi dan bisa menunjukan peranan yang signifikan dalam proses pembangunan ekonomi nasional pada umumnya dan bisa membuktikan peranannya dalam mengangkat martabat dan kesejahteraan masyarakat
Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) sebagai organisasi tunggal gerakan koperasi (sebagaimana di tegaskan dalam UU No 25 Tahun 1992) memiliki organisasi infrastruktur untuk melaksanakan kegiatan khusus berdasarkan program kerja DEKOPIN, salah satunya adalah Badan Komunikasi Pemuda Koperasi (BKPK) yang fungsinya sebagai organisasi perkaderan untuk melakukan pembinaan pada kelompok strategis pemuda di kalangan generasi koperasi. Peranan ideal yang diharapkan dari adanya BKPK adalah BPKK bisa berperan sebagai sumber daya insani pembangunan dan sumber rekruitmen kepemimpinan koperasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar